Antologi Puisi Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana

Kristopel Bili adalah generasi muda berdarah Sumba. Kelahiran Waikabubak Sumba Barat NTT pada 1 April 1982.
Sosok muda lulusan Institut Pertanian “STIPER” Yogayakarta ini cukup peduli dengan dunia pendidikan dan budaya, khususnya budaya Sumba. Memiliki jiwa petualang yang penuh dengan tantangan.
Pada tahun 2016 lalu yang diawali dengan sebuah amanah dari Sang Guru besar sastra yang misterius itu (Umbu Landu Paranggi), ia mencoba membentuk sebuah komunitas kecil sastra di pulau Sumba NTT yang di berinama Komunitas Seni Sastra Budaya Sumba (SSBS). Komunitas ini dengan tujuan mencari dan mengajak jiwa-jiwa muda Sumba untuk mencintai tanah kelahirannya (Sumba) melaui sastra hanya dengan bermodalkan niat dan dorongan semangat yang kuat dari sebuah amanah.
Di sela-sela kesibukannya sebagai Polisi Kehutanan pada sebuah lembaga pemerintah, ia juga meluangkan waktu dengan menulis sejumlah puisi yang kemudian sejumlah puisi itu dirangkum kedalam sebuah buku antologi puisi berjudul “Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana” sebagai karya perdananya di dunia sastra yang di luncurkannya secara sederhana dalam sebuah acara perayaan hari puisi Indonesia oleh komunitasnya pada 1 juli 2017 lalu.
Menyongsong Mentari Pagi adalah sebuah dedikasi kerinduan yang penuh dengan segala harapan agar sumba lebih baik lagi dalam segala lini kehidupannya yang jelas tersirat pada serpihan kata yang mewarnai coverbook depan buku antologi puisi Menyongsong Mentari Pagi padang sabana ini.

"Menyongsongmu Mentari Pagi Padang Sabana adalah kerindianku pada Sumba. Dimana padang membentang luas, menjadikan surge bagi ilalang-ilalang liar yang merindu peternak perjaka”

Semua perjalanan pengembaraan sunyi dan kerinduan yang penuh dengan harapan itu didedikasikan dengan lantunan kata-kata puitisnya yang sederhana namun menyegarkan rasa. Catatan Harian Tina (TKW malaysia) ,telaga Biru Weekuri,Marapu,Ibu,Antara Aku Ibu dan Tuhan adalah dedikasi puisi sederhana yang menunjukan kepedulian dan kebanggaan pada tanah kelahirannya. Seperti apa yang telah disampaikan Bpk. Retang Wohangara selaku Dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNIKA Soegijapranata, Semarang pada halaman Epilognya. Berikut lampiran kata epilog dari buku tersebut;

------------------------------------------------------------------
Lampiran
Arsip Epilog Buku Antologi Puisi
"Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana"

















B. Retang Wohangara
Dosen Fakultas Bahasa dan Seni
UNIKA Soegijapranata, Semarang


MELAMBAT DAN BERPIKIR
DENGAN PUISI

Penikmat puisi terkasih,
Puisi adalah lukisan dengan kata-kata, dan karenanya orang dapat menyikapinya berbeda. Ada yang menimatinya. Puisi  membuat mereka mengangguk-angguk, termenung  mencari makna  dalam larik-lariknya. Ia memantik imaginasi, membuka mata pada realitas keseharian yang berlalu tanpa makna, atau menyentuh, mengusik bagian terdalam dalam diri- yang selama ini tertidur atau mati rasa.  Puisi adalah kontemplasi.
Namun, ada pula yang tidak suka pada puisi. Puisi itu kerutan dahi, kumpulan kata-kata yang dirancang sedemikian rupa sehingga hanya penulis atau beberapa orang yang mampu memungut maknanya.  Puisi sulit dimengerti, membosankan. Seperti bentuk karya sastra lainnya, memang puisi adalah tawaran estetika. Diterima atau ditampik.
Manusia jaman ini adalah generasi yang terpapar hebat oleh teknologi. Televisi, musik, atau internet adalah sumber hiburan dan pencerahan, dan kita banyak dihibur dan dicerahkan dalam aliran yang gaduh, dangkal, tergesa-gesa; dan amat sering, kita tidak punya cukup waktu untuk menyesapnya. Kegaduhan dan ketergesaan adalah musuh puisi. Mereka mengambil ruang hening, momen yang melambat saat puisi dapat ditulis atau memberi daya hibur dan pencerahan. 
Penulis percaya bahwa antologi puisi Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana  dari penyair muda kita, Kristopel Bili, adalah karya yang muncul saat dia “harus sendiri dalam sepi, berteman angin,” kala dia menyimak bahasa alam saat bumi terasa panas atau mendingin saat “purnama mencorong malam.” Kristo adalah pengamat militan karena mampu mengungkap hal-hal begitu biasa menjadi kejutan lewat personafikasi: “Ombak yang menggampar tebing,” “dedaunan ketela yang mengangguk-angguk terketuk butiran air,” atau ‘rintihan tanah kemarau.”  Contoh-contoh elemen kejut puitis lainnya terasa dalam tenunan kata “kawanan kuda meneguk kisah di tepian telaga, ” “rumah yang dibangun dengan keringat duka, ” atau “sajak-sajak cinta yang [di]tulis bersama debu kemarau.”

Bagi penyair Amerika Serikat, James Tate, puisi itu ada dimana-mana. Kita hanya perlu mengeditnya. Sebagian besar puisi dalam Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana adalah catatan tentang Sumba. Sabana dimana kuda berlari tanpa beban, gelegar petir guntur di bukit yang jauh, nisan-nisan purba yang berdiri kokoh melintasi jaman, kain tenun oleh tangan-tangan terampil, merahnya merah kunyahan sirih pinang, atau sakralnya syair-syair ritual adalah bagian dari pengalaman menjadi Sumba. Kristo “hanya” berusaha mengekspresikan apa yang orang Sumba (atau orang yang mengenal Sumba) alami dan rasakan. Disinilah peran penting sang penyair. Ia “mengedit” puisi tentang Sumba sehingga kita terhibur, berbagi pengalaman, untuk sebentar melambat dan berpikir.

Untuk waktunya yang panjang, hening sendiri, demi menulis antologi puisi ini, untuk niat baiknya agar Sumba makin kelihatan lewat bait-bait puisinya, dan untuk cermin tempat kita berkaca, TERIMA KASIH... Kristopel Bili. Selamat atas penerbitan Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana. Semoga mentari itu mampu menghangatkan sanubari para sidang pembaca antologi puisi ini. 

Penikmat puisi yang terkasih,
Bila ada yang berkata bahwa ia tidak menyukai, sulit mencerna puisi, katakan, bahwa dia hanya belum menemukan “puisinya.” Penyair Romawi, Horace, mensyaratkan bahwa karya sastra yang baik haruslah indah/manis sehingga menghibur dan mencerahkan sehingga berguna (dulce et utile). Semoga kita semua bersua keduanya dalam antologi puisi ini.
--------------------------------------------------------------

Demikianlah sebuah kerinduan yang dipenuhi dengan segala harapan dari seorang sosok muda berdarah Sumba.
Semoga melalui buku antologi puisi Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana ini dapat memberi inspirasi baru pada kaum muda Sumba lainnya untuk berinspirasi dan berkarya demi kecintaan pada tana kelahirannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi dan Doa Pater Robert Ramone,C.Ss.R Buku Kenangan 25 Tahun Imamat (1992-25 Agustus-2017)

KEBA MOTO DAN SAKOLA WANNO