KEBA MOTO DAN SAKOLA WANNO
Berbicara soal anak-anak suku pedalaman pulau Sumba, tentu tidak lepas dengan yang namanya keterbelakangan ekonomi dan pendidikannya. Dan sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja keterbelakangan itu selalu menjadi tolak ukur yang menciptakan suatu perbedaan tersendiri dalam lingkup kehidupan sosial masyarakatnya (strata sosial) sebagai dampak dari laju perkembangan IPTEK seperti sekarang ini.
Sumba pada umumnya merupakan empat kota kabupaten dari kota-kota kecil yang terbilang baru memulai suatu perjalanan menuju arah perkembangnya. Namun pada sisi yang lain, budaya luar kerab kali mati suri dengan masuknya hal hal baru yang membuatnya nyaris kehilangan makna budayanya sendiri.
Suatu kata menarik dan yang cukup terkesan bagi saya adalah kata "Wanno". Suatu kata yang diambil dari bahasa daerah setempat yang artinya "Kampung" atau lebih tepat dapat dikatakan "kampung halaman". Namun pada sisi yang lain pula, kata Wanno oleh sebahagian besar masyarakatnya telah menjadi sebuah istilah baru yang telah menjadi media intimidasi dari suatu keterbelakangan masyarakat pedalaman. Yang dimana kata wanno tersebut bukan lagi menjadi kata keberadaan tempat, justru menjelma menjadi sebuah julukan keterbelakangan ekonomi dan pendidikan sebagian orang hingga sejauh ini. Julukan dengan kata Wanno masih saja menjadi media intimidasi yang terkesan mengkerdilkan semangat juang orang lain. Terutama anak-anak suku pedalaman yang juga punya mimpi layaknya anak anak kota pada umumnya.
Bale-bale bambu beratap ilalang, kampung Tawena - Sumba Barat-NTT tepatnya di rumah kediaman seorang motivator pendidikan Sumba Bpk. Dr. Drs. Keba Moto, MS siang ini mengingatkan kisah masa kecil saya dulu. Kisah di mana saya selalu merepotkan inna (ibu) saat ia harus sedikit berusaha lebih ekstra untuk sesuap demi sesuap nasi. Sebagai bocah seusia SD kita sangat pantang dengan yang namanya makan sayuran (nasi dengan lauk sayuran). Terkesan membosankan. Kita seolah kehilangan gairah makan bila nampak nasi putih sudah di campur sayuran terutama sayuran daun ubi tumbuk khas orang Sumba. Kata "kita" diatas adalah keyakinan saya pada sebagian besar anak muda Sumba saat ini juga pernah merasakan hal yang sama di era tahun 80an dulu. Dan saya sangat yakin itu.
Kita selalu merasa bosan dan kita kehilangan nafsu makan, ketika kita di hadapkan dengan sayur daun ubi tumbuk dan nasi putih. Kita rewel saat makan siang lantaran tidak suka dengan sayur daun ubi tumbuk khas "ata Zuba" (orang Sumba) itu.
"Moyi, nga'a palo ndo ne wee rowe mu ama, 'Na Keba Moto nga 'a rowe maka na ma padde"
Moyi ; sapaan sayang ibu yang istimewa pada anak
"Nak, makan sayurmu hingga habis. Profesor Keba Moto itu pintar karena makan sayur"
Begitulah kira-kira inna merayu untuk mencoba memancing nafsu makan kita. Sayur daun ubi tumbuk seolah menjadi media intimidasi positif bagi ana Zuba (anak suku Sumba) kala itu.
Apa pun kisah kita bersama sebuah nama (Keba Moto) dalam bubur sayur daun ubi tumbuk, api itulah kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Nama besar Keba Moto seakan melegenda sebagai sosok motivator anakanak suku kala itu.
Julukan "Wanno" dan kisah masa kecil benar-benar telah membuat saya merenung. Keterbelakangan ekonomi dan pendidikan anak suku menjadikan saya tak nyaman berlari sejauh mimpi buruk hanya untuk sekedar memerdekakan jiwa dari lembab keringat igau semalam yang selalu menghantui tidur malam saya.
Kali ini cerita itu kembali membawa saya untuk duduk bersamanya di tempat yang sama hanya untuk mendengar dan menyimak banyak hal baru tentang segala perubahan yang terpola dan terukur terutama di lini pendidikan anak-anak suku pedalaman di SAKOLA WANNO. Dan renungan kisah masa kecil di bale-bale itulah yang membuat saya mengambil putusan dengan segala kerendahan hati untuk memohon kesediaan dan dukungan beliau sebagai tokoh Pendidikan dan Kebudayaan komunitas Sakola Wanno sekaligus menjadikannya figur utama yang menjadi tokoh panutan "Ana Sakola Wanno" dalam sebuah misi sederhana :
"memberantas buta huruf, kebodohan dan memiskinan kaum jelata".
Salam budaya..
Salam Sakola Wanno
Kristopel Bili
Ketua Komunitas Seni Sastra Budaya Sumba
Penggagas/Pendiri Sakola Wanno
Sumba pada umumnya merupakan empat kota kabupaten dari kota-kota kecil yang terbilang baru memulai suatu perjalanan menuju arah perkembangnya. Namun pada sisi yang lain, budaya luar kerab kali mati suri dengan masuknya hal hal baru yang membuatnya nyaris kehilangan makna budayanya sendiri.
Suatu kata menarik dan yang cukup terkesan bagi saya adalah kata "Wanno". Suatu kata yang diambil dari bahasa daerah setempat yang artinya "Kampung" atau lebih tepat dapat dikatakan "kampung halaman". Namun pada sisi yang lain pula, kata Wanno oleh sebahagian besar masyarakatnya telah menjadi sebuah istilah baru yang telah menjadi media intimidasi dari suatu keterbelakangan masyarakat pedalaman. Yang dimana kata wanno tersebut bukan lagi menjadi kata keberadaan tempat, justru menjelma menjadi sebuah julukan keterbelakangan ekonomi dan pendidikan sebagian orang hingga sejauh ini. Julukan dengan kata Wanno masih saja menjadi media intimidasi yang terkesan mengkerdilkan semangat juang orang lain. Terutama anak-anak suku pedalaman yang juga punya mimpi layaknya anak anak kota pada umumnya.
Bale-bale bambu beratap ilalang, kampung Tawena - Sumba Barat-NTT tepatnya di rumah kediaman seorang motivator pendidikan Sumba Bpk. Dr. Drs. Keba Moto, MS siang ini mengingatkan kisah masa kecil saya dulu. Kisah di mana saya selalu merepotkan inna (ibu) saat ia harus sedikit berusaha lebih ekstra untuk sesuap demi sesuap nasi. Sebagai bocah seusia SD kita sangat pantang dengan yang namanya makan sayuran (nasi dengan lauk sayuran). Terkesan membosankan. Kita seolah kehilangan gairah makan bila nampak nasi putih sudah di campur sayuran terutama sayuran daun ubi tumbuk khas orang Sumba. Kata "kita" diatas adalah keyakinan saya pada sebagian besar anak muda Sumba saat ini juga pernah merasakan hal yang sama di era tahun 80an dulu. Dan saya sangat yakin itu.
Kita selalu merasa bosan dan kita kehilangan nafsu makan, ketika kita di hadapkan dengan sayur daun ubi tumbuk dan nasi putih. Kita rewel saat makan siang lantaran tidak suka dengan sayur daun ubi tumbuk khas "ata Zuba" (orang Sumba) itu.
"Moyi, nga'a palo ndo ne wee rowe mu ama, 'Na Keba Moto nga 'a rowe maka na ma padde"
Moyi ; sapaan sayang ibu yang istimewa pada anak
"Nak, makan sayurmu hingga habis. Profesor Keba Moto itu pintar karena makan sayur"
Begitulah kira-kira inna merayu untuk mencoba memancing nafsu makan kita. Sayur daun ubi tumbuk seolah menjadi media intimidasi positif bagi ana Zuba (anak suku Sumba) kala itu.
Apa pun kisah kita bersama sebuah nama (Keba Moto) dalam bubur sayur daun ubi tumbuk, api itulah kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Nama besar Keba Moto seakan melegenda sebagai sosok motivator anakanak suku kala itu.
Julukan "Wanno" dan kisah masa kecil benar-benar telah membuat saya merenung. Keterbelakangan ekonomi dan pendidikan anak suku menjadikan saya tak nyaman berlari sejauh mimpi buruk hanya untuk sekedar memerdekakan jiwa dari lembab keringat igau semalam yang selalu menghantui tidur malam saya.
Kali ini cerita itu kembali membawa saya untuk duduk bersamanya di tempat yang sama hanya untuk mendengar dan menyimak banyak hal baru tentang segala perubahan yang terpola dan terukur terutama di lini pendidikan anak-anak suku pedalaman di SAKOLA WANNO. Dan renungan kisah masa kecil di bale-bale itulah yang membuat saya mengambil putusan dengan segala kerendahan hati untuk memohon kesediaan dan dukungan beliau sebagai tokoh Pendidikan dan Kebudayaan komunitas Sakola Wanno sekaligus menjadikannya figur utama yang menjadi tokoh panutan "Ana Sakola Wanno" dalam sebuah misi sederhana :
"memberantas buta huruf, kebodohan dan memiskinan kaum jelata".
Salam budaya..
Salam Sakola Wanno
Kristopel Bili
Ketua Komunitas Seni Sastra Budaya Sumba
Penggagas/Pendiri Sakola Wanno
Titanium Properties - Stone and Stone Art
BalasHapusIron and stone art titanium daith jewelry is the work of artisans' in the production of art. It titanium ore is possible to citizen titanium watch create ford escape titanium 2021 and use some of the elements of columbia titanium natural art as a