Umbu Landu Paranggi Dan Perkembangan Sastra Di Pulau Sumba NTT
Seni Sastra Budaya Sumba (SSBS)
“Kirimkanlah karya anak-anakku padaku. Bentuklah sebuah komunitas kecil sastra, puisikanlah Sumba. Dan jangan mencariku, aku akan mendatangi kalian untuk suatu kerinduan yang tak bertepi”.
Demikian sepenggal amanah Sang Guru Besar Umbu Landu Paranggi (ULP) dibulan januari 2015 lalu. Amanah tersebut dititipkan melalui putrinya Rambu Anarara Paranggi,S.Sos untuk disampaikan pada seorang generasi muda gigih dan pekerja keras asli berdarah Sumba bernama Kristopel Bili yang notabene sebagai abdi Negara (Polisi Kehutanan) lulusan S1 Kehutanan Institut Pertanian “STIPER” Yoyakarta yang pada waktu itu menitipkan 15 puisi ketika waktu itu ibu rambu berliburan Natal di pulau Dewata Bali. Salah satu karyanya berjudul “Puisi Buat Umbu”.
Sastra khususnya puisi di pulau Sumba tidaklah menjadi ketertarikan masyarakat publiknya. Pulau Sumba merupakan tanah kelahiran sang Guru Besar ULP, yakni salah satu bagian dari gugusan pulau di Nusa Tenggara Timur (NTT), pulau kecil yang terletak di bagian paling Selatan Nusantara yang memiliki beberapa julukan populernya “pulau Sandalwood”, “Pulau Marapu”, “Seribu Roh’ dan yang terakhir di tahun 2017 semenjak diadakannya parade 1001 kuda Sandalwood yang di hadiri Presiden RI Joko Widodo akhirnya pulau ini berambah satu julukan baru lagi yakni “Pulau 1001 kuda”. Pulau dengan padang sabana dan sosok kudanya yang liar.
Perkembangan sastra khususnya puisi di pulau ini terbilang sangat minim, baik di bangku pendidikan maupun dikalangan masyarakat umumnya. Hanya ada satu atau dua orang saja dan itu pun tidak banyak diantara mereka dibangku pendidik melalui guru-guru bahasa di dunia pendidikan yang menulis puisi, namun sayangnya karya-karya puisi mereka hanya bersifat konsumsi pribadi dan tidak di publikasikan atau dibukukan. Mereka tidak fokus untuk menggiat dalam sastra puisi. Kalau pun ada, itu hanya bersifat materi pelajaran di dunia pendidikan yang bersifat tuntutan kurikulum saja. Karya-karya yang lazim dibacakan para siswa/siswi didikan biasanya karya-karya puisi Chairil Anwar yang di dominan oleh puisi berjudul “AKU” yang kemudian seiring waktu disusul dengan karya penyair Taufik Ismael berjudul “Beri Daku Sumba”. Puisi Beri daku Sumba karya Taufik ismail ini sering di bacakan dan menjadi karya favorit, karena karya puisi tersebut berhasil menarik perhatian dan memantik rasa anak siswa/siswi di bangku pendidikan yang dimana judul dan isi karya tersebut menyiratkan suasana Sumba dalam larik-larik puisinya.
Perkembangan demi perkebangan teknologi informasi (internet) melalui media informasi Firtualwork Facebook dll yang terus berkembang dan menjalar hingga kepelok-pelosok nusantara memudahkan generasi muda Sumba untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru tentang aktifitas sastra melalui posthing pribadi atau group dari berbagai komunitas sastra diseluruh wilayah Indonesia dengan berbagai giat seni sastranya yang semakin semarak dan ramai diperbincangkan publik, maka sesuai pesan amah Sang Guru Besar, Kristopel Bili bersama beberapa kuala muda Sumba berinisiatif dengan segala keterbatasan pemahaman sastra mereka membentuk suatu komunitas kecil sastra yang berpusat di wilayah Sumba NTT bagian Barat (Sumba Barat) bernama Komunitas Seni Sastra Budaya Sumba (KSSBS) pada tanggal 25 September 2016 yang digagas dan diketuai oleh Kristopel Bili sendiri yang menjadi memotor pergerakan sastra muda didalamnya.
Seiring putaran waktu dan perkembangannya, maka untuk pertama kalinya melalui kominikasi jejaringan media sosial, komunitas kecil ini mendapat undangan via email untuk turut menghadiri perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) ke-4 tahun 2016 Taman Ismael Marzuki Jakarta dengan agenda acara Panggung apresiasi pembacaan puisi para penyair dari bebagai daerah di Indonesia bersama para penyair asal Malaysia dan Singapure dan acara puncak Malam Anugerah HPI di gedung Graha Bhakti Budaya, kristopel mewakili komunitas SSBS diberi kesempatan anugerah menerima sebuah buku antologi puisi “Matahari Cinta Samudera Kata” 216 Penyair Indonesia yang di luncurkan serta diserahkan secara langsung oleh Wakil Presiden RI Bapak Hj. Muhammad Jusuf Kalla pada waktu itu dengan tiga (3) karya puisinya ikut mewarnai kasanah buku Matahari Cinta Samudera Kata setebal 2016 halaman itu. Satu-satunya Buku antologi puisi tertebal di dunia.
Kemudian tahun 2017 tepatnya dibulan maret, ditengah kesibukan, mereka mencoba menggelar kegiatan undangan terbuka pada seluruh penyair nusantara dalam agenda kegiatan penyususnan buku sastra antologi puisi “Gemuruh 1001 Kuda Padang Sabana” yakni sebuah buku kumpulan karya puisi bersama yang bertemakan “Kuda” yang turut ikut memeriahkan Festifal Tenun ikat dan Parade 1001 Kuda Sandalwood di pulau Sumba NTT yang di hadiri oleh Presiden RI kita Bapak Joko Widodo beserta Ibu. Moment ini telah menginspirasi kominitas untuk sedikit mengalami perubahan wajah pada logo dan penamaan barunya yang awalnya komunitas Seni Sastra Budaya (KSSB) “Padang Ilalang Sumba” dibuat lebih ramping lagi menjadi kominitas Seni Sastra Budaya Sumba (SSBS) berlogokan kuda putih. Adapun pilihan logo bergambarkan kuda putih adalah sebuah gambaran wujud nyata penghormatan Kristopel dkk pada Sang Maha Guru Umbu Landu Paranggi sekaligus juga sebagai wujud rasa terima kasih mereka pada Bang Asrizal Nur sebagai mentor mudanya dalam komunitas ini atas karya puisi Kudanya yang popular dan spektakuler itu ikut serta mewarnai kasanah buku antologi puisi 1001 Kuda tersebut diatas. Pencetusan nama dan logo sebagai wajah baru dari komunitas di perkarsai oleh Kristopel Bili, Aminudi S. Gadi, Yakobus Mario Marsan,Yohanis Habba Rita,Elvira Hama Pati,Yosephin Uly Widiastuti, Che Nardi Liman.
Kemudian pada tanggal 1 juli 2017 diluncurkan secara sederhana di pulau Sumba, di mana buku kumpulan puisi bersama tersebut sebagai buku antologi puisi perdananya dalam komunitas terbitan Teras Budaya Jakarta yang dibarengi dengan buku Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana (karya Kristopel Bili) yang sekaligus di agendakan sebagai Perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) untuk pertama kalinya digelar di pulau Sumba NTT oleh komunitas Seni Sastra Budaya Sumba (SSBS).
Dan keberlanjutannya dari pada itu, untuk kedua kalinya komunitas ini diundang untuk menghadiri Perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) yang merupakan perayaan HPI ke-5 Yayasan Hari Puisi Indonesia ditahun 2017 yang di hadiri oleh 82 komunitas sastra penyelenggara HPI daerah se-Indonesia. Pada moment ini, Komunitas SSBS untuk kesekian kalinya mendapat kempatan bahagia masuk 10 besar poster terbaik dari 82 poster perayaan HPI se-Indonesia dengan menduduki nomer urut tiga (3) pada Malam Anugerah HPI Gedung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuku Jakarta 2017.
Semenjak itu, perkembangan sastra khususnya puisi di pulau Sumba NTT mulai terlihat muncul dipermukaan. Nama besar Sang Guru ULP beserta karya-karyanya sedikit demi sedikit mulai dikenal dan disukai segelintir siswa/siswi dan masyarakat dan juga pihak pemerintah daerah khususnya Sumba Barat melalui Komunitas SSBS. Beberapa kali dalam apel kesatuan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan acara akbar lainnya dalam hal ini Bupati Sumba Barat A.N. Dapawole sering kali mengundang Komunitas SSBS sebagai pengisi acara pembacaan puisi dan tanpa basa basi beliau tanpa ragu menyebutkan nama Sang Guru Besar ULP dalam amanah (rangkaian kegiatan apel kesatuan). Di sisi lain beberapa pejabat daerah yang pernah di temui pihak komunitas SSBS pada moment acara tertentu, mereka juga sempat bertanya dan kagum dengan sebuah nama penyair spektakuler yang turut mendukung dan memotifasi semangat perkembangan dunia sastra di pulau Sumba. Mereka mengaku bahwa pertujukan seni sastra yang menarik dengan kola borasi puisi dan seni lainnya memberi kasanah tersendiri bila ditonton dan spektakuler kata mereka.
Bila sekilas ditinjau dari sejarah terbentuk dan prestasi kecilnya, kominitas kecil ini seakan didorong oleh sebuah semangat yang begitu kuat dan boleh dikatakan cukup memberi dampak positif yang cukup luar biasa dalam menumbuh kembangkan dunia kesusastran pulau Sumba. Berawal dari sebuah amanah Sang Guru besar pada para generasi muda sastranya, seolah memberikan gambaran jelas bahwa semangat sastra Sang Guru mulai bertunas hijau ditanah kelahirannya tercinta melalui semangat-semangat generasi muda sastranya yang begitu gigih berjuang dan bekerja keras untuk terus dan terus belajar tanpa henti dalam mencapai karya-karya mereka yang hadir tanpa batas untuk melahirkan penyair-penyair muda terbaiknya dari tahun 2015 hingga masa datang. Berbagai prestasi kecil yang sebagaimana telah dilalui komunitas tentunya tidak lepas dari sebuah nama Bpk. Maman S. Mahayana dan mentor muda kami Asrizal Nur (penyair Multimedia) yang senantiasa terus memberi dukungan semangat dan motifasi tinggi yang tak terhingga pada kami melalui Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia hingga komunitas SSBS boleh sejauh ini. Selain itu juga ada beberapa daftar nama penyair dan sastrawan senior kami yang juga senantiasa memberi semangat dan motifasi pada kami antara lain; Abang Tan Lioe le, Wayan jengki Sunarta, yang tak sempat di sebut namanya satu persatu.
Sempat terkutipkan dari obrolan santai bersama Kristopel, bahwa sesungguhnya sejumlah rentetan nama-nama yang sempat di sebutkan diatas merupakan bagian dari sejarah berdirinya sastra Sumba NTT era 2015-an dan seterusnya.
Sekilas Data Biografi Umbu Landu Paranggi
Umbu Landu Parangi adalah seniman kebangsaan Indonesia yang sering disebut tokoh misterius dalam dunia sasta sejak tahun 1960an. Beliau lahir pada tanggal 10 Agustus 1943 di kananggar , Paberiwai, Sumba Timur NTT. Anak Rambu Anarara Wulang Paranggi, Umbu Wulang Tanamahu Paranggi dan Mira MM Astra.
Nama Umbu di kenal melalui karya karya berupa esai dan Puisi yang di pulikasikan di berbagai media massa. Umbu merupakan penyair sekaligus guru bagi para penyair muda pada zamannya antara lain Emha Aiun Nadjid, Eko Tunas, Linus Suryadi BG. Pada tahun 1970-an membentuk Persada Studio Klub (PSK) sebuah komunitas penyair, sastawan, seniman, yan berpusat di Malioboro Yogyakarta. PSK kemudian dikenal sebagai salah satu komunitas Sastra yang sangat mempengaruhi perjalanan sastrawan sastrawan besar di Idonesia. Walau dikenal sebagai “ Preside Malioboro” ia sendiri menjauh dari popularitas sorotan publik. Ia sering menggelandang sambil membawa kantong plastic berisi kertas kertas yang tidak lain adalah kertas kertas naskah puisi koleksinya. Orang orang menyebutnya “ Pohon Rindang “ yang menaungi bahkan membuahkan banyak sastrawan kelas atas tetapi ia sendiri meyebut dirinya sebagai “pupuk “ saja untuk dipercaya mengasuh rubric puisi dan sastra di mingguan pelopor yogya. Hari tuanya dihabiskan di Bali sembari mengasuh rubric apresiasi di Bali pos.
“Kirimkanlah karya anak-anakku padaku. Bentuklah sebuah komunitas kecil sastra, puisikanlah Sumba. Dan jangan mencariku, aku akan mendatangi kalian untuk suatu kerinduan yang tak bertepi”.
Demikian sepenggal amanah Sang Guru Besar Umbu Landu Paranggi (ULP) dibulan januari 2015 lalu. Amanah tersebut dititipkan melalui putrinya Rambu Anarara Paranggi,S.Sos untuk disampaikan pada seorang generasi muda gigih dan pekerja keras asli berdarah Sumba bernama Kristopel Bili yang notabene sebagai abdi Negara (Polisi Kehutanan) lulusan S1 Kehutanan Institut Pertanian “STIPER” Yoyakarta yang pada waktu itu menitipkan 15 puisi ketika waktu itu ibu rambu berliburan Natal di pulau Dewata Bali. Salah satu karyanya berjudul “Puisi Buat Umbu”.
Sastra khususnya puisi di pulau Sumba tidaklah menjadi ketertarikan masyarakat publiknya. Pulau Sumba merupakan tanah kelahiran sang Guru Besar ULP, yakni salah satu bagian dari gugusan pulau di Nusa Tenggara Timur (NTT), pulau kecil yang terletak di bagian paling Selatan Nusantara yang memiliki beberapa julukan populernya “pulau Sandalwood”, “Pulau Marapu”, “Seribu Roh’ dan yang terakhir di tahun 2017 semenjak diadakannya parade 1001 kuda Sandalwood yang di hadiri Presiden RI Joko Widodo akhirnya pulau ini berambah satu julukan baru lagi yakni “Pulau 1001 kuda”. Pulau dengan padang sabana dan sosok kudanya yang liar.
Perkembangan sastra khususnya puisi di pulau ini terbilang sangat minim, baik di bangku pendidikan maupun dikalangan masyarakat umumnya. Hanya ada satu atau dua orang saja dan itu pun tidak banyak diantara mereka dibangku pendidik melalui guru-guru bahasa di dunia pendidikan yang menulis puisi, namun sayangnya karya-karya puisi mereka hanya bersifat konsumsi pribadi dan tidak di publikasikan atau dibukukan. Mereka tidak fokus untuk menggiat dalam sastra puisi. Kalau pun ada, itu hanya bersifat materi pelajaran di dunia pendidikan yang bersifat tuntutan kurikulum saja. Karya-karya yang lazim dibacakan para siswa/siswi didikan biasanya karya-karya puisi Chairil Anwar yang di dominan oleh puisi berjudul “AKU” yang kemudian seiring waktu disusul dengan karya penyair Taufik Ismael berjudul “Beri Daku Sumba”. Puisi Beri daku Sumba karya Taufik ismail ini sering di bacakan dan menjadi karya favorit, karena karya puisi tersebut berhasil menarik perhatian dan memantik rasa anak siswa/siswi di bangku pendidikan yang dimana judul dan isi karya tersebut menyiratkan suasana Sumba dalam larik-larik puisinya.
Perkembangan demi perkebangan teknologi informasi (internet) melalui media informasi Firtualwork Facebook dll yang terus berkembang dan menjalar hingga kepelok-pelosok nusantara memudahkan generasi muda Sumba untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru tentang aktifitas sastra melalui posthing pribadi atau group dari berbagai komunitas sastra diseluruh wilayah Indonesia dengan berbagai giat seni sastranya yang semakin semarak dan ramai diperbincangkan publik, maka sesuai pesan amah Sang Guru Besar, Kristopel Bili bersama beberapa kuala muda Sumba berinisiatif dengan segala keterbatasan pemahaman sastra mereka membentuk suatu komunitas kecil sastra yang berpusat di wilayah Sumba NTT bagian Barat (Sumba Barat) bernama Komunitas Seni Sastra Budaya Sumba (KSSBS) pada tanggal 25 September 2016 yang digagas dan diketuai oleh Kristopel Bili sendiri yang menjadi memotor pergerakan sastra muda didalamnya.
Kemudian tahun 2017 tepatnya dibulan maret, ditengah kesibukan, mereka mencoba menggelar kegiatan undangan terbuka pada seluruh penyair nusantara dalam agenda kegiatan penyususnan buku sastra antologi puisi “Gemuruh 1001 Kuda Padang Sabana” yakni sebuah buku kumpulan karya puisi bersama yang bertemakan “Kuda” yang turut ikut memeriahkan Festifal Tenun ikat dan Parade 1001 Kuda Sandalwood di pulau Sumba NTT yang di hadiri oleh Presiden RI kita Bapak Joko Widodo beserta Ibu. Moment ini telah menginspirasi kominitas untuk sedikit mengalami perubahan wajah pada logo dan penamaan barunya yang awalnya komunitas Seni Sastra Budaya (KSSB) “Padang Ilalang Sumba” dibuat lebih ramping lagi menjadi kominitas Seni Sastra Budaya Sumba (SSBS) berlogokan kuda putih. Adapun pilihan logo bergambarkan kuda putih adalah sebuah gambaran wujud nyata penghormatan Kristopel dkk pada Sang Maha Guru Umbu Landu Paranggi sekaligus juga sebagai wujud rasa terima kasih mereka pada Bang Asrizal Nur sebagai mentor mudanya dalam komunitas ini atas karya puisi Kudanya yang popular dan spektakuler itu ikut serta mewarnai kasanah buku antologi puisi 1001 Kuda tersebut diatas. Pencetusan nama dan logo sebagai wajah baru dari komunitas di perkarsai oleh Kristopel Bili, Aminudi S. Gadi, Yakobus Mario Marsan,Yohanis Habba Rita,Elvira Hama Pati,Yosephin Uly Widiastuti, Che Nardi Liman.
Kemudian pada tanggal 1 juli 2017 diluncurkan secara sederhana di pulau Sumba, di mana buku kumpulan puisi bersama tersebut sebagai buku antologi puisi perdananya dalam komunitas terbitan Teras Budaya Jakarta yang dibarengi dengan buku Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana (karya Kristopel Bili) yang sekaligus di agendakan sebagai Perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) untuk pertama kalinya digelar di pulau Sumba NTT oleh komunitas Seni Sastra Budaya Sumba (SSBS).
Dan keberlanjutannya dari pada itu, untuk kedua kalinya komunitas ini diundang untuk menghadiri Perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) yang merupakan perayaan HPI ke-5 Yayasan Hari Puisi Indonesia ditahun 2017 yang di hadiri oleh 82 komunitas sastra penyelenggara HPI daerah se-Indonesia. Pada moment ini, Komunitas SSBS untuk kesekian kalinya mendapat kempatan bahagia masuk 10 besar poster terbaik dari 82 poster perayaan HPI se-Indonesia dengan menduduki nomer urut tiga (3) pada Malam Anugerah HPI Gedung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuku Jakarta 2017.
Semenjak itu, perkembangan sastra khususnya puisi di pulau Sumba NTT mulai terlihat muncul dipermukaan. Nama besar Sang Guru ULP beserta karya-karyanya sedikit demi sedikit mulai dikenal dan disukai segelintir siswa/siswi dan masyarakat dan juga pihak pemerintah daerah khususnya Sumba Barat melalui Komunitas SSBS. Beberapa kali dalam apel kesatuan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan acara akbar lainnya dalam hal ini Bupati Sumba Barat A.N. Dapawole sering kali mengundang Komunitas SSBS sebagai pengisi acara pembacaan puisi dan tanpa basa basi beliau tanpa ragu menyebutkan nama Sang Guru Besar ULP dalam amanah (rangkaian kegiatan apel kesatuan). Di sisi lain beberapa pejabat daerah yang pernah di temui pihak komunitas SSBS pada moment acara tertentu, mereka juga sempat bertanya dan kagum dengan sebuah nama penyair spektakuler yang turut mendukung dan memotifasi semangat perkembangan dunia sastra di pulau Sumba. Mereka mengaku bahwa pertujukan seni sastra yang menarik dengan kola borasi puisi dan seni lainnya memberi kasanah tersendiri bila ditonton dan spektakuler kata mereka.
Bila sekilas ditinjau dari sejarah terbentuk dan prestasi kecilnya, kominitas kecil ini seakan didorong oleh sebuah semangat yang begitu kuat dan boleh dikatakan cukup memberi dampak positif yang cukup luar biasa dalam menumbuh kembangkan dunia kesusastran pulau Sumba. Berawal dari sebuah amanah Sang Guru besar pada para generasi muda sastranya, seolah memberikan gambaran jelas bahwa semangat sastra Sang Guru mulai bertunas hijau ditanah kelahirannya tercinta melalui semangat-semangat generasi muda sastranya yang begitu gigih berjuang dan bekerja keras untuk terus dan terus belajar tanpa henti dalam mencapai karya-karya mereka yang hadir tanpa batas untuk melahirkan penyair-penyair muda terbaiknya dari tahun 2015 hingga masa datang. Berbagai prestasi kecil yang sebagaimana telah dilalui komunitas tentunya tidak lepas dari sebuah nama Bpk. Maman S. Mahayana dan mentor muda kami Asrizal Nur (penyair Multimedia) yang senantiasa terus memberi dukungan semangat dan motifasi tinggi yang tak terhingga pada kami melalui Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia hingga komunitas SSBS boleh sejauh ini. Selain itu juga ada beberapa daftar nama penyair dan sastrawan senior kami yang juga senantiasa memberi semangat dan motifasi pada kami antara lain; Abang Tan Lioe le, Wayan jengki Sunarta, yang tak sempat di sebut namanya satu persatu.
Sempat terkutipkan dari obrolan santai bersama Kristopel, bahwa sesungguhnya sejumlah rentetan nama-nama yang sempat di sebutkan diatas merupakan bagian dari sejarah berdirinya sastra Sumba NTT era 2015-an dan seterusnya.
Sekilas Data Biografi Umbu Landu Paranggi
Umbu Landu Parangi adalah seniman kebangsaan Indonesia yang sering disebut tokoh misterius dalam dunia sasta sejak tahun 1960an. Beliau lahir pada tanggal 10 Agustus 1943 di kananggar , Paberiwai, Sumba Timur NTT. Anak Rambu Anarara Wulang Paranggi, Umbu Wulang Tanamahu Paranggi dan Mira MM Astra.
Nama Umbu di kenal melalui karya karya berupa esai dan Puisi yang di pulikasikan di berbagai media massa. Umbu merupakan penyair sekaligus guru bagi para penyair muda pada zamannya antara lain Emha Aiun Nadjid, Eko Tunas, Linus Suryadi BG. Pada tahun 1970-an membentuk Persada Studio Klub (PSK) sebuah komunitas penyair, sastawan, seniman, yan berpusat di Malioboro Yogyakarta. PSK kemudian dikenal sebagai salah satu komunitas Sastra yang sangat mempengaruhi perjalanan sastrawan sastrawan besar di Idonesia. Walau dikenal sebagai “ Preside Malioboro” ia sendiri menjauh dari popularitas sorotan publik. Ia sering menggelandang sambil membawa kantong plastic berisi kertas kertas yang tidak lain adalah kertas kertas naskah puisi koleksinya. Orang orang menyebutnya “ Pohon Rindang “ yang menaungi bahkan membuahkan banyak sastrawan kelas atas tetapi ia sendiri meyebut dirinya sebagai “pupuk “ saja untuk dipercaya mengasuh rubric puisi dan sastra di mingguan pelopor yogya. Hari tuanya dihabiskan di Bali sembari mengasuh rubric apresiasi di Bali pos.






Komentar
Posting Komentar